Ico-Ascnitech Sebaiknya Juga Menjadi Ajang Kerjasama Dalam Mengentaskan Problema Lintas Negara

Keynote Speaker Ico-Ascnitech dari kiri ke kanan:  Dr.Ir. Budhi Muliawan Suyitno, IPM,  Assoc. Prof.Dr.Md. Nasir Ibrahim, Art Education, Uni Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Akademi Seni, Budaya dan Warisan Kebangsaan (Aswara) dan Prof.Dr.Eng. Ralf Forster, Mechanical Engineering Beuth University of Applied Science Berlin.

 

Ico Ascnitech sebaiknya tidak berhenti sebagai ajang untuk bertukar hasil riset dan mendiskusikan isu-isu terkini di seluruh dunia tapi juga dikembangkan untuk mewujudkan rekomendasi masalah yang mengapung dalam konperensi secara lintas negara.

Hal itu diungkapkan Dr.Ir. Budhi Muliawan Suyitno, IPM,  Assoc menjawab tanggapan peserta Fitri Adona, M.Si dalam sesi Keynote Speech Ico-Ascnitech 2018 yang berlangsung di Institute of Leadership and Development, Universiti Teknologi MARA, pekan awal November 2018.

 

Semula Adona menyatakan masalah sampah yang diangkat Budhi tidak terbatas di Tegal dan di Indonesia saja, tapi juga lintas negara karena Indonesia juga menerima sampah impor. Masalah sampah tersebut juga tidak berhenti sampai pada masalah polusi lingkungan saja tapi juga pada masalah kesehatan, masalah sosial, dan lainnya.

Karena menyangkut multidisiplin dan multinegara, ke depan apa tidak mungkin riset dan pengabdian Budhi dikembangkan menjadi riset dan pengabdian lintas disiplin ilmu dalam skop lintas negara, setidaknya negara-negara yang tergabung dalam Ico-Ascnitech?

 

Budhi menyatakan, riset dan pembuatan mesin penghancur sampah memang berawal dari disiplin ilmu teknik mesin, kemudian dengan bekerjasama dengan teknik elektro dikembangkan menjadi energi listrik tenaga sampah.

Bukan tidak mungkin, ke depan topik sampah yang dari segi kuantitas gunungannya sudah mencapai 50 m di Jakarta ini potensial menggandeng peneliti dari multidisiplin ilmu lainnya.

Sekarang saja,   pelepah kayu terbuang saja terbukti bisa menghasilkan tenaga listrik 3 MW.  Zat metana dalam sampah yang diduga sangat berbahaya juga butuh kajian mendalam lagi dari disiplin ilmu kedokteran/ medis, jelas Budhi.

Meningkatnya produksi sampah organik setiap tahun di Indonesia, khususnya di Kabupaten Tegal dengan volume sampah keseluruhan 989,8 m3 per hari memicu Budhi untuk meneliti cara dan banyaknya energi yang dihasilkan oleh sampah organik dengan persentase 17% dari total limbah.

Dengan merancang rangkaian anaerobic digestion of biomass umumnya, dan sebelumnya menganalisis data sebagai bahan dasar percobaan skala laboratorium untuk menghitung nilai gas metana (CH4), ia berhasil membuktikan jumlah energi listrik yang dihasilkan, dan kemudian diterapkan ke skala industri. Skala gas metana laboratorium (CH4) yang dihasilkan adalah 0,165 Kg / m3 dan dikonversi menjadi energi listrik  0,587 kW. Energi listrik yang dihasilkan berfungsi sebagai kekuatan limbah tanaman (PLTSa).

 

Metana dalam Sampah

Metana ditemukan pada sampah-sampah organik setelah terjadi perombakan oleh bakteri-bakteri. Metana juga muncul dari proses pembakaran yang dilakukan pada rawa-rawa.

Dalam proses mikrobiologi, sampah organik menghasilkan metana. Selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi seperti untuk penerangan, penggerak mesin, dan daya listrik. Metana dialirkan melalui lubang pengisi campuran (inlet) generator untuk menghasilkan sumber-sumber tersebut.

Dampak baik atau positif dari gas ini adalah sebagai bahan bakar untuk kompor, bahan bakar kendaraan, bahan pembuat pupuk, dan bahan pembuat ban serta sebagai pembangkit tenaga listrik.

Namun, banyak juga dampak negatif dari gas ini. Selain perubahan iklim dan pemanasan bumi, orang yang terkena paparan gas ini akan merasa mual, sakit kepala, dan detak jantung lebih cepat, mudah lupa atau hilang memori, pusing, penglihatan kabur, gelisah, lesu, dan lainnya.

Paparan gas ini terjadi ketika seseorang memasuki suatu bangunan yang dekat dengan saluran/ tempat pembuangan sampah. Paparan gas metana juga bisa terjadi melalui sentuhan gas dari kotoran atau tempat-tempat semacam lubang sampah.

Gas ini tidak dapat dikurangi karena terbentuk secara alami oleh alam, namun produksi metana bisa dikurangi. Langkah pengurangan produksi metana adalah dengan mengubahnya menjadi biogas, terutama untuk kotoran hewan yang 16% mengeluarkan gas ke atmosfer. Artinya, kotoran hewan harus diubah menjadi biogas.

Selain menghadirkan Dr.Ir. Budhi Muliawan Suyitno, IPM sebagai keynote speaker, Ico-Ascnitech juga menghadirkan Assoc. Prof.Dr.Md. Nasir Ibrahim, Art Education, Uni Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Akademi Seni, Budaya dan Warisan Kebangsaan (Aswara) dan Prof.Dr.Eng. Ralf Forster, Mechanical Engineering Beuth University of Applied Science Berlin.

d®amlis