Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Buatan Indonesia, Kiblat Dunia

Teknologi Penginderaan Jarak Jauh Buatan Indonesia, Kiblat Dunia

 

PNP News. Teknologi penginderaan jauh adalah solusi efisiensi pengelolaan bangsa dan negara ini. Teknologi ini diharapkan terus dilanjutkan dan dikembangkan oleh para peneliti muda Indonesia dan dapat menjaga lingkungan dan keamanan global serta menjadi kiblat bagi negara-negara lain.

 

Hal itu diungkapkan Prof. Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, Ph.D., Keynote Speaker dalam Seminar Teknologi dan Bisnis Terapan (Applied Business and Engineering Conference), di Hotel Truntum, Padang, Kamis, 17 November 2022.

Josaphat dari Chiba University, Japan, tampil sebagai Keynote Speaker bersama Prof. Irwandi Jaswir dari International Islamic University, Malaysia, dan Revalin Herdianto, tuan rumah, Politeknik Negeri Padang, Indonesia.

 

Keterangan gambar: Prof. Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, Ph.D. (kanan), tampil sebagai Keynote Speaker) dipandu oleh Hendrick, S.T., M.T., Ph.D.

 

 

Dikatakan, sensor yang terpasang pada satelit untuk observasi bumi umumnya menggunakan sensor pasif atau optik (kamera) dan sensor aktif (gelombang mikro). Sensor kamera sangat bergantung pada sinar matahari sehingga penggunaannya terbatas, sedangkan sensor aktif atau radar, dapat mengirimkan dan menerima gelombang mikro yang dipancarkan serta mampu beroperasi selama 24 jam tanpa pengaruh sinar matahari, terangnya.

 

 

Synthetic Aperture Radar (SAR) menurut Josaphat adalah contoh radar tersebut. Radar tersebut cocok dioperasikan di kawasan dengan distribusi awan yang padat, seperti Indonesia. Sensor ini dapat diandalkan untuk mengeksplorasi sumber daya alam dan memantau kondisi infrastruktur negara.

Ditambahkan, di antara 446 satelit yang mengorbit bumi, hanya 15 satelit yang memiliki SAR dan bekerja pada frekuensi L, C, S dan X bands. “Kebutuhan akan SAR yang akurat, ringan, tangguh (robust), kaya informasi polarisasi, multiplatform untuk pesawat tanpa awak, pesawat terbang, hingga satelit, mendorongnya menciptakan Circularly Polarized Aperture Radar (CP-SAR) yang telah dahulu dikembangkannya di Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory.

 

 

 

 

Penerima Hak Paten Karya berjudul “Radar and Radar on Board Satellite” tersebut lebih lanjut menjelaskan, CP-SAR diakui telah mendunia dan membantu perancangan dan pembangunan sistem SAR bagi berbagai institusi ruang angkasa, seperti NSPO, dan JAXA. “Indonesia mempunyai populasi penduduk seperempat dunia. Setidaknya kita harus menguasai setidaknya seperempat porsi dunia di segala bidang, khususnya iptek! tegasnya sambil menyemangati peneliti muda.

 

 

 

 

Prof. Josaphat yang diakrabi Josh dilahirkan pada 25 Juni 1970 di Rumah Sakit TNI Angkatan Udara (dulu AURI), di Markas Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat) TNI Angkatan Udara Sulaiman, Bandung, Jawa Barat, Indonesia.

Josh saat ini menjabat Full Professor (permanent staff) di Center for Environmental Remote Sensing, Universitas Chiba, Jepang dan  profesor/dosen tamu di berbagai universitas.

Josh adalah salah seorang pemegang paten antena mikrostrip  (berbentuk cakram berdiameter 12 sentimeter dan tebal 1,6 milimeter) yang digunakan untuk berkomunikasi langsung dengan satelit.

Josh tercatat juga sebagai penemu circularly polarized synthetic aperture untuk pesawat tanpa awak dan small satellte, serta radar peramal cuaca 3 dimensi.

Pria ini menikahi Innes Indreswari Soekanto (mantan dosen Seni Rupa di Institut Teknologi Bandung) dan dikaruniai seorang anak, Johannes ‘MD’ Pandhito Panji Herdento.

Pasangan ini saat sama-sama kuliah di Chiba University mendirikan Yayasan Pandhito Panji Foundation (PPF) yang bertujuan memajukan dunia penelitian, pendidikan dan seni rupa di Indonesia.

Yayasan tersebut terdiri dari Pusat Penelitian Remote Sensing (RSRC), Pusat Penelitian Pendidikan (ERC) dan Pusat Penelitian Seni Rupa (ARC).

Hasil penelitian ketiga pusat penelitian tersebut banyak disebarluaskan ke masyarakat Indonesia dan dimuat di berbagai mass media dalam dan luar negeri, khususnya hasil karya mereka di bidang remote sensing yang dinikmati oleh kalangan perguruan tinggi, Lembaga Penelitian, Pemerintah Daerah hingga militer di Indonesia dan luar negeri untuk monitoring lingkungan dan bencana.

Pusat penelitian tersebut juga memberikan beasiswa dari tingkat SD hingga S2 di berbagai sekolah dan perguruan tinggi Indonesia. Karya seni keluarga mereka lewat Innes Sculpture Studio banyak dinikmati di berbagai kota dalam dan luar negeri, serta dikoleksi oleh berbagai orang di seluruh dunia.

Komperensi bertopik “Transforming and Stronging Research in The Changing World” dengan tipe domestik dan internasional ini dihadiri oleh sekitar 500 orang secara daring dan luring. Konperensi yang dimaksudkan untuk mempertemukan peneliti dan pakar di bidang teknik dan ilmu sosial tersebut dibuka secara resmi oleh Wakil Direktur 1 PNP, Revalin Herdianto, ST., M.Sc., Ph.D. dan ditutup secara resmi oleh Direktur PNP, Dr. Surfa Yondri, S.T., S.S.T., M.Kom.

VOKASI KUAT, MENGUATKAN INDONESIA!

 

 

 

 

d®amlis

Fotografer:  Naswiradianto/

                    Teuku Mohd. Alamsyah