Generasi Milenial & Gen Z Jadikan Pariwisata Kebutuhan Primer dan Lahan Bisnis yang Takkan Pernah Mati!

Laporan Khusus Co-Working Pengembangan Inovasi Akademik Berbasis Industri ( Teaching Factory )

 

Generasi Milenial & Gen Z Jadikan Pariwisata Kebutuhan Primer dan Lahan Bisnis yang Takkan Pernah Mati!

 

PNP News. Pariwisata sudah termasuk kebutuhan primer manusia dan mestinya jadi lahan bisnis yang takkan pernah mati. “Travelling ia part of my life, vocation is my job!” Untuk mewujudkan semua itu, perkuliahan di Program Studi Usaha Perjalanan Wisata harus dimotivasi dan diarahkan pada profesi atau pekerjaan favorit generasi milenial, selaku peserta didik, seperti tour guide, Liaison Officer (LO), tour interpreter, NGO, survivor.

 

Itu diungkap M. Husen Hutagalung, S.Pd., M.Si., Antropolog yang menjadi narasumber pamungkas dalam Co-Working Pengembangan Inovasi Akademik Berbasis Industri (Teaching Factory) yang digelar secara online dan offline di Ruang Pertemuan Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Padang, 7 November 2020.

Husein melihat program desa wisata yang dikelola Program Studi Usaha Perjalanan Wisata juga efektif dikembangkan ke arah teaching factory karena potensial mengembangkan program Educational Tour, Employee/ Family Gathering. Karena Teaching Factory mengarah ke virtual business dan virtual office, maka peserta didik diharapkan mampu mengelola business incubator. Untuk mampu mengerjakan semua itu mereka harus menguasai softskill 80%, hard skill 20%, rincinya.

 

 

 

Salah satu cara mewujudkan keterampilan softskill itu adalah menerapkan imbauan Dirjen Vokasi yang mengharuskan pengelola perguruan tinggi vokasi mewajibkan mahasiswa aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa. Staf pengajar juga diminta untuk mendidik mahasiswa jadi juara, bukan jadi pemenang, terang Husen. Tugas dosen memikirkan softskill yang dibutuhkan mahasiswa, karena misalnya, saat menjalani wawancara kerja dalam proses rekrutmen kerja saja, sebagian generasi milenial sudah mencari lowongan kerja alternatif karena mereka tak mau tekanan, kreatif, dan sudah memikirkan sesuatu yang belum terpikirkan oleh orang lain, dan siap membuang sesuatu yang tak dibutuhkan dalam bisnis mereka.

Dalam rapat kerja yang dipandu oleh Abdiani Khairat Nadra, S.S.T., Par., M.Par. itu Husen mengemukakan, media bisnis era baru 4.0 generasi milenial dan sesudahnya (Generasi Z) memperhitungkan virtual office, efisiensi kerja yang berujung pada penekanan biaya, startup, aplikasi bisnis baru yang didukung oleh layanan digital dalam kelompok kerja minimalis, focblog website yang umumnya berisi artikel, dan social media untuk bersosialisasi secara online tanpa dibatasi ruang dan waktu, serta online shop, proses pembelian barang atau jasa melalui internet tanpa kontak fisik dan barang yang diperjualbelikan ditawarkan melalui display dengan gambar yang ada di suatu website atau toko maya.

 

 

Husen juga mengimbau para dosen untuk melakukan introspeksi diri akan hakikatnya sebagai pendidik di era serba IT ini. Mereka harus berani mengubah mindset dalam mendidik generasi milenial dan pasca milenial yang ramah IT. Bagi generasi tersebut, untuk memulai bisnis tak perlu modal besar, mereka cukup mengandalkan otak dalam memanfaatkan sosial media. Sebagian mereka pun tak perlu disuruh berbisnis, karena mereka sudah melakukan dan sibuk dengan bisnis yang mereka gandrungi, sampai-sampai sebagai dosen kita yang susah menelepon mereka mengingatkan supaya konsentrasi dan menyelesaikan skripsi atau tugas akhir dulu, terang dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti ini.

 

Lima Komponen Soft Skill

Lebih jauh Husen melihat, Padang memiliki potensi besar di sektor pariwisata, dengan demikian program studi usaha perjalanan wisata optimis dikembangkan di wilayah ini. Sehubungan dengan itu ia menyarankan pola implementasi yang efektif dalam mengimplementasikan Model Teaching Factory -6M: yakni menerima pemberi order, menganalisis order, menyatakan kesiapan mengerjakan order, mengerjakan order, melakukan quality control, dan menyerahkan order untuk Generasi Milenial dan Gen Z yang menjadi peserta didik.

 

 

Mereka cenderung memilih pekerjaan yang lebih fleksibel secara kondisi dan jam kerja, sehingga mereka bisa memiliki lebih banyak waktu luang bersama teman, keluarga, atau untuk mengembangkan hobi. Salah satu karakteristik generasi milenial yaitu mempunyai kecenderungan bersikap kritis dan banyak bertanya dan sebagai dosen kita harus sedia dengan apapun jawabannya, terang Husen. Dalam memperkuat pemasaran dan promosi yang menggunakan media digital diperlukan jasa seorang influencer. Pada dasarnya influencer adalah seseorang yang memiliki followers atau pengikut yang banyak di media sosial. Selebriti, selebgram, blogger dan lainnya memiliki pengaruh bagi para pengikutnya untuk melakukan sesuatu.

 

 

 

Inkubator Bisnis merupakan proses dukungan bisnis yang dapat mempercepat keberhasilan pengembangan startup dan perusahaan pemula dengan menyediakan berbagai sumber daya dan layanan yang diperlukan kepada para pengusaha. Mengutip riset Harvard University, Husen menilai bisnis inkubator berada di tengah teaching factory dan millenial generation dan soft skill dan hard skill. Kapasitas produktifnya tergantung 80% pada kapasitas soft skill dan 20% kapasitas hard skill. Kapasitas produktif hard skill adalah keterampilan teknis yang diapatkan secara khusus dari lembaga atau institusi secara formal/ informal. Keterampilan ini bersifat pemenuhan atas kebutuhan suatu kompetensi atau pekerjaan tertentu.

Di sisi lain, kapasitas soft skill adalah suatu keterampilan yang mengacu pada kecerdasan emosional seseorang dalam kecakapannya dalam melakukan suatu relasi atau hubungan produktif. Keterampilan ini memungkinkan seseorang beradabtasi, bertahan, bekerjasama dengan dunia sosialnya.

 

 

Husen memaparkan 5 komponen soft skill, yakni distinctive (passion), adversity (ketahanan), creative (kreatif), persuassion (persuasif), dan engagement (keterkaitan). Distinctive adalah sebuah makna identitas dari kesederhanaan dan kekhasan seseorang untuk maju menjadi dirinya sendiri, fokus pada passion dan kekuatan diri dengan tidak harus meniru atau ikut-ikutan orang lain. Creative adalah kemampuan untuk melihat hal-hal yang mungkin tidak disadari oleh orang lain. Persuasion adalah kemampuan psikologis dalam mempengaruhi atau meyakinkan orang akan keunggulan intrinsic tertentu. Engagement adalah kemampuan bekerjasama dan membina solidaritas dengan orang atau kelompok lain secara berkesinambungan, dan harmonis dalam berbagai situasi.

Kembali pada teaching factory, model pembelajaran ini bertujuan meningkatkan kompetensi dan mentalitas peserta didik; meningkatkan jiwa entepreneurship peserta didik, meningkatkan inovasi peserta didik dengan menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang memiliki nilai tambah, meningkatkan sumber pendapatan institui pendidikan, dan meningkatkan kerjasama dengan industri atau entitas bisnis yang relevan, demikian Husen menyimpulkan.

VOKASI KUAT, MENGUATKAN INDONESIA!

 

 

 

 

d®amlis