PNP Institusi Kemendikbudristek Pertama yang Berani Menyusun & Mengevaluasi Manajemen Risiko

 

PNP News. Politeknik Negeri Padang (PNP) adalah lembaga pendidikan vokasi pertama yang berani menyusun dan mengevaluasi manajemen risiko di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi.

 

Hal itu diungkapkan Rahma, Auditor Madya dari Inspektorat Jenderal Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Irjen Mendikbudristek), pada hari kedua Pelatihan dan Workshop Manajemen Risiko Politeknik Negeri Padang yang diselenggarakan di Truntum Padang Hotel_brand baru Grand Inna Padang Hotel_, 22-23 November 2021.

 

 

Rahma membatasi “Manajemen Risiko” sebagai proses mengidentifikasi peristiwa yang berpotensi dapat mempengaruhi satuan kerja, mengelola risiko agar berada dalam batas toleransi risiko (risk appetite), dan menyediakan penjaminan memadai terkait pencapaian tujuan satuan kerja. Risiko adalah segala sesuatu yang berdampak negatif terhadap pencapaian tujuan yang diukur berdasarkan kemungkinan dan dampaknya.

Lebih lanjut Rahma merinci 7 macam risiko yang dihadapi instansi Kemendikbusristek, termasuk PNP: risiko sebelum diterapkannya pengendalian untuk memitigasi risiko (risiko melekat); risiko yang masih ada setelah pengendalian untuk mengurangi kemungkinan dan dampak risiko (risiko sisa); risiko yang disebabkan perubahan kebijakan dan lingkungan kerja (risiko strategis); risiko yang disebabkan kegagalan pada sumber daya manusia, proses, dan sistem di satuan kerja, faktor eksternal, dan aspek-aspek legal (risiko operasional); risiko yang disebabkan kegagalan memenuhi kewajiban (risiko keuangan); risiko yang disebabkan tidak dipatuhinya atau tidak dilaksanakannya peraturan perundang-undangan (risiko kepatuhan); dan risiko yang disebabkan kecurangan (risiko kecurangan).

Dalam sesi berikutnya, Taufik Maulana Hamzah Putra, Koordinator Pengawasan Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Pusat (Korwas IPP) Sumbar menyatakan, penyusunan manajemen risiko berkait erat dengan penyelenggaraan pengelolaan keuangan dan kekayaan negara serta untuk mendukung pencapaian tugas dan fungsi organisasi secara efektif dan efisien. Karenanya Direktorat Jenderal Kebudayaan membenahi tata kelola pengelolaan program dan kegiatan dengan menyusun manajemen risiko, yang digunakan sebagai instrumen dalam mengelola suatu program dan kegiatan secara sistematik, berkelanjutan yang dirancang dan dijalankan oleh seluruh jajaran dan personil pemerintahan.

 

 

Hal ini guna memberikan keyakinan bahwa semua risiko yang berpotensi menghambat tujuan dan/atau sasaran dapat diidentifikasi dan dikelola, sehingga risiko tersebut berada dalam batas-batas yang dapat diterima, terang pria kelahiran Jember, 19 Mei 1969.

Dirjen Kebudayaan harus mengidentifikasi dan mengelola risiko dengan baik karena jika risiko tidak dapat diantisipasi maka berpotensi mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Hampir seluruh satuan kerja (Satker) di Dirjen Kebudayaan memiliki risiko dengan bentuk yang berbeda. Oleh karena itu, manajemen risiko yang efektif harus menjadi bagian integral dari seluruh program dan kegiatan, terangnya.

 

 

 

Proses penyusunan manajemen risiko pemerintah menurutnya terdiri dari identifikasi resiko (risk identification); penilaian resiko (risk assessment); penentuan risk response; pemantauan dan pelaporan resiko. Serangkaian proses tersebut bertujuan untuk mengenali faktor risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan pemerintah, yang menyebabkan kerugian, bahkan merusak reputasi pemerintah.

Karyawan yang punya pengalaman kerja dari Banda Aceh, Surabaya, Palangkaraya, palembang, dan Padang ini juga membagi buku yang merangkum berbagai potensi risiko yang dapat terjadi di Dirjen Kebudayaan serta upaya untuk mengatasinya. Buku tersebut menyajikan lampiran yang rinci tentang program dan layanan yang mengandung unsur risiko dan rencana tindak lanjut yang harus dijalankan. Buku tersebut diharapkan memotivasi pembaca untuk memiliki kesadaran akan pentingnya mengelola risiko dalam setiap kegiatan dan dalam kehidupan serta mengetahui cara mengelola risiko, sehingga meminimalkan risiko yang dihadapi.

“Mempelajari manajemen resiko tentunya tidak membuat kita menjadi takut menghadapinya, karena resiko memang akan selalu ada. Namun, yang penting adalah menjadi tahu bagaimana cara menghadapinya”, terang Auditor Madya selaku Koordinator Pengawasan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Pusat ini.

 

 

 

Peta Risiko Dirjen

Untuk mengatasi masalah di Bidang Keuangan, Dirjen Kemdikbud pada tahap “Perencanaan” mengusulkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSPM), Bendahara Pengeluaran (BP), dan Petugas Kartu Identitas Petugas Satker (KIPS), ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), membuat SK Pengelola Keuangan, dan Pengadaan Barang dan Jasa, menentukan sistem pengajuan, pencairan dan pengarsipan dokumen anggaran, membuat jadwal penarikan anggaran, mengusulkan uang persediaan, dan menjadwalkan evaluasi pencairan anggaran.

Adapun “Pernyataan Risikonya” adalah kemungkinan rencana pencairan anggaran terlambat; petugas pengelola keuangan belum dapat langsung bekerja, tidak terpenuhinya cast for casting. Dampak yang diprediksi adalah layanan pencairan anggaran tidak tepat waktu/ terhambat. Penyebabnya terdeteksi karena keterlambatan pengusulan KPA, PPSPM, BP, dan Petugas KIPS ke KPPN; keterlambatan penyusunan SK Pengelola Keuangan dan Pengadaan Barang dan Jasa; Kurangnya komitmen pemenuhan jadwal; Pembuatan jadwal tidak realistis; dan SDM penyusun rencana kurang kompeten.

Kasus yang dikategorikan ke dalam Level Risiko 2 dengan Tingkat Kejadian 3 ini, ditetapkan Pemilik Risikonya adalah Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) dan Penanggungjawab Kegiatannya Buku Pembantu Bendahara Pengeluaran Pembantu (BP-BPP).

Pengendalian yang Telah Ada adalah RKAKL dan RAB; Tim pelaksana; SOP Pencairan dan pertanggung jawaban Anggaran; PMK 190/2013; Permendikbud; Aplikasi SAS, SAIBA dan BMN; dan SPI. Pengendalian yang Seharusnya Ada adalah Koordinasi pengelola Keuangan dengan penanggung jawab kegiatan. Adapun Rencana Tindak Pengendaliannya adalah berorientasi pada tujuan dan sasaran unit organisasi, berbasis kepada ketercapaian kinerja, peningkatan komitmen terhadap waktu pelaksanaan dan hasil kinerja, dan peningkatan koordinasi antarpengelola kegiatan, terang Taufik.

Contoh Kasus dari Jurusan Akuntansi PNP

Dari Politeknik Negeri Padang, Ketua Jurusan Akuntansi, Amy Fontanella mengidentifikasi, masa tunggu lulusannya lebih dari 3 bulan yang dideskripsikannya sebagai risiko moderate, level 3, kategori high dan skore 15). Di samping itu, prestasi mahasiswa Jurusan Akuntansi di tingkat nasional masih rendah yang dideskripsikan likely, level 4, dengan kategori high dan skor 16. Persentase dosen dengan kualifikasi S-3 pun masih rendah yang dideskripsikannya sebagai likely, level 4, dengan kategori high dan skor 16.

 

 

Amy alias Ivo menjelaskan, kontrol yang sudah ada saat ini untuk ketiga kasus tersebut adalah dengan menawarkan mata kuliah bahasa Inggris setiap semester; memberi reward bagi mahasiswa yang berprestasi; dan memberi bantuan SPP bagi mahasiswa dan bantuan pembuatan diserasi bagi dosen yang sedang melanjutkan studi. Keefektifan kontrol bagi kasus pertama dinilai tidak memuaskan (skor 0.50), sedangkan untuk kedua kasus berikutnya dinilai memuaskan (skor 0.65). Ketiganya termasuk ke dalam kategori maksimum dengan skor 13.5 untuk kasus pertama dan 10.4 untuk kedua kasus berikutnya. Besaran skor ditetapkan secara bersama di jurusan tersebut.

 

Ed, salah seorang peserta memaparkan kasus listrik mati di UPT. Komputer yang berisiko terhadap pembelajaran daring.

VOKASI KUAT, MENGUATKAN INDONESIA!

 

 

 

d®amlis

 

 

Berita Terkait