Kondisi Dosen Peneliti Indonesia Sekarang: Publikasi Rendah, Utang Banyak

Publikasi ilmuwan Indonesia di tingkat berkala ilmiah internasional masih sangat rendah, sementara BPK menemukan banyak utang peneliti penerima hibah yang belum lunas, seperti janji-janji saat kompetisi untuk menyelenggarakan publikasi nasional dan internasional serta terakreditasi.

Hal itu diungkapkan Adhi Indra Hermanu mewakili Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam Workshop dan Klinik Penyusunan Output Penelitian, kerjasama dengan Politeknik Negeri Padang, di Grand Inna Muara Hotel, kemaren (15/5).

Menanggapi Adhi Indra Hermanu, Direktur PNP, Surfa Yondri menyatakan, workshop dan klinik itu adalah salah satu bentuk perjuangan PNP agar wawasan dosen penelitinya meningkat dan tidak terjebak dalam kelalaian. Upaya meningkatkan kualifikasi dan kondite tersebut telah diupayakan sejak status kemandirian PNP pada 2014.

Yondri menilai, selain dipublikasikan, riset yang dilakukan dosen tersebut perlu diperhitungkan sejauh mana termanfaatkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat, tidak hanya tersimpan di perpustakaan.

Direktur lembaga pendidikan vokasi dengan daya tampung mahasiswa baru sekitar 1200 orang (namun dengan peminat lebih dari 22.000/ tahun) ini, juga menyatakan kesediaan menyelenggarakan kegiatan DRPM lainnya.

Tercatat tiga lembaga pendidikan tinggi yang dipercaya Dikti dalam penyelenggaraan DRPM, yakni Unand, UNP, dan PNP.

Revalin Herdianto selaku Ketua Penyelenggara melaporkan, Workshop dan Klinik Penyusunan Output Penelitian untuk Peningkatan Kualifikasi Dosen bagi Peneliti ini dimaksudkan untuk meningkatkan komitmen, semangat, dan motivasi peneliti/ penulis untuk lebih produktif menulis dan mempublikasikan hasil penelitiannya dengan sabar, aktif, dan kreatif. Workshop tersebut diikuti oleh sekitar 60 orang dosen dari 14 perguruan tinggi di Sumatera Barat.

Adhi Indra Hermanu

Adhi Indra Hermanu mewakili Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM)

 

Jumlah publikasi peneliti Indonesia sebelum 2017 menurut Adhi masih berada pada peringkat 4 ASEAN. Pada 2017 meningkat pada peringkat 3. Namun peringkat itu masih di bawah target karena pada 2019 target Kementerian adalah melampaui peringkat Malaysia dan Singapura.

Salah satu alasan penyelenggaraan workshop dan klinik ini adalah untuk mendongkrak semangat meneliti para dosen sehingga target publikasi pada 2019 terwujud. Di samping itu pihak DRPM berusaha menyederhanakan buku pedoman dengan bahasa yang lebih ringkas dan cair serta halaman yang lebih tipis, serta sistem upload proposal yang lebih sederhana.

Mudasir

Mudasir dari FMIPA-UGM

 

Mudasir dari FMIPA-UGM menyatakan, rendahnya minat menulis di kalangan dosen di antaranya karena kurangnya penghargaan/ insentif dari universitas/ fakultas dan tidak tahu cara menulis karya ilmiah.

Sementara, penolakan naskah biasanya karena cakupan jurnal tidak sesuai, kontribusi tidak signifikan, tidak baru, data tidak mencukupi, argumentasi lemah, dan metode tidak sesuai.

Dalam menghadapi penolakan itu dia menganjurkan peneliti agar mencermati komentar dan mencari letak kekurangan dan kelebihannya. Peneliti sebaiknya mempelajari apakah reviewer memberi kritik yang membangun atau asal berkomentar. Pelajari komentar mereka, lanjutkan dengan penelitian/ percobaan untuk memperbaiki naskah, dan kemudian kirim ulang, meskipun itu biasanya ke jurnal lain, sarannya.

Untuk mengecek reputasi dan plagiasi jurnal atau per orangan, Mudasir menyarankan mengakses http:// www.scimagojr.com/, http:// www.scijournal.org/, https://www.scopus.com, dan https://scholar.google.co.id., dan pemeriksaan plagiat: https://app.ithenticate.com

Berry Juliandi

Berry Juliandi dari Hayati Journal of Biosciences

 

Jurnal Predator Biasanya Langsung Menerima Naskah dan Minta Bayaran Segera

Sementara itu, Berry Juliandi dari Hayati Journal of Biosciences yang sedang meneliti tentang bentuk-bentuk pantat monyet menyatakan, editor jurnal hanya memikirkan reputasi jurnal, semua keputusan untuk reputasi memenangkan kompetisi, selalulah “follow the guide author”. Mereka hanya memilih penelitian yang penting, menarik, berkualitas, detail, bermakna, dan jelas jika dipresentasikan. Di samping itu jangan langsung meminta naskah untuk dimuat, rayulah editor dengan memaparkan keunikan naskah penelitian Anda, ungkapnya.

Sebaliknya, jurnal predator biasanya langsung menerima naskah dan minta bayaran segera. Naskah juga tak perlu review. Semakin kejam komentar reviewer jurnal, semakin rendah kadar predatornya.

Dian Fiantis

Prof. Dr. Ir. Dian Fiantis, M.Sc., dari Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Unand

 

Jangan Sungkan Mengirim Naskah ke Q1, Ditolak pun Anda Bakal Mendapat Kuliah Gratis!

Lain halnya dengan Prof. Dr. Ir. Dian Fiantis, M.Sc., dari Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Unand, untuk menentukan jurnal yang tepat dia menyarankan untuk membuka Edanz journal selector https://www.edanzediting.com/journal-selector dan publisher website: http://journalfinder.elsevier.com dan https://journalsuggester.springer.com/

Dian menyarankan agar peneliti tidak minder dalam memilih jurnal kategori tertinggi Q-1 karena pelajaran bisa didapatkan gratis dari reviewernya. Komentar mereka rerata 40 halaman dan mereka sangat memberi dukungan.

Di sisi lain, peneliti juga diimbau untuk memperhatikan gaya selingkung dan guide for author/ petunjuk bagi penulis jurnal yang dituju.

Sebaiknya highlight naskah 2-3 kata saja dan jangan sama dengan abstrak agar tingkat keterbacaan lebih banyak.

Judul sebaiknya diangkat dari hasil penelitian dan maksimal 12 kata.

Untuk menekan kesalahan lebih banyak dan menarik simpati reviewer, peneliti bisa meminta artikel reviewer dengan alasan kesulitan men- download artikel itu secara full.

Dian juga mengingatkan, jika dalam naskah yang diajukan terbukti 1 paragraf saja sama dengan yang telah di- publish baik oleh penulis tersebut maupun penulis lain, alamat penulis yang bersangkutan mendapatkan “penalti” dari kru jurnal yang dituju.

Jangan Ragu Merayu dan Mensitasi Reviewer

Anuraga Jayanegara, narasumber termuda dalam workshop

 

Anuraga Jayanegara, narasumber termuda dalam workshop dan klinik itu menyarankan strategi unik agar naskah peneliti bisa dimuat di jurnal internasional bergengsi.

“Setiap jurnal punya interes untuk meningkatkan reputasi mereka, maka sitasilah (baca dan kutip) 1-3 naskah di jurnal yang disasar keluaran 2-3 tahun terakhir agar reputasi mereka bertahan atau meningkat. Karena keputusan untuk naskah peneliti hanya: lolos, lanjut dengan revisi, dan ditolak, maka berkontribusilah meningkatkan h-index reviewer yang berkemungkinan memeriksa naskah yang setema di jurnal tersebut dengan mensitasi mereka!”

Penyandang “M.Sc.” (Univ Hohenheim, Germany), “PgDip” (Polytech Univ Catalunya, Spain), dan “Dr.sc ETH/Ph.D (ETH Zurich, Switzerland) ini author untuk 31 docs Scopus, 331 citations, 11 h-index; reviewer 12 jurnal internasional dan editor Media Peternakan IPB.
d®amlis