PNP Siap Terima Praktisi Pariwisata Sebagai Dosen; Asosiasi Pariwisata Siap Terima Mahasiswa Magang

 

PNP News. Dicanangkannya “kampus merdeka dan merdeka belajar” menutut keharusan perguruan tinggi terlibat “pernikahan” dengan industri, begitu juga sebaliknya. Penandatanganan kontrak kerjasama kedua belah pihak adalah salah satu upaya agar pihak industri ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan penyusunan kurikulum, sehingga lulusan yang dihasilkan perguruan tinggi sesuai dengan kriteria dan kebutuhan dunia industri.

 

Demikian sambutan Direktur Politeknik Negeri Padang ( PNP) dalam penandatanganan kontrak kerjasama (MoU) Politeknik Negeri Padang dengan Dinas Pariwisata dan Asosisasi Pariwisata Sumatera Barat, yang berlangsung di Kampus PNP, Rabu, 22 Juli 2020.

 

 

Perjanjian tersebut menurut Direktur Surfa Yondri otomatis mensosialisasikan ke masyarakat bahwa PNP memiliki Program Studi Usaha Perjalanan Wisata. Mungkin belum semua masyarakat juga yang tahu bahwa PNP merupakan salah satu perguruan tinggi negeri di provinsi yang mengandalkan sektor pariwisata untuk meningkatkan perekonomian masyarakatnya.

 

Program Rp. 1,2 Milyar di Prodi UPW

Lebih jauh disampaikannya, Program Studi Usaha Perjalanan Wisata PNP yang dikoordinatori oleh Yudhytia Wimeina, SE.,M.M. dengan Ketua Jurusan, Dr. Primadona, S.E., M.Si. sedang sibuk mengelola hibah Rp. 1.2 Milyar program Penguatan Program Studi Dikti Vokasi. Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan relevansi program studi Usaha Perjalanan Wisata dengan kebutuhan industri dan serapan dan keterpakaian lulusan oleh dunia usaha dan dunia industri. Untuk mencapai semua itu dibutuhkan strategi pengembangan pendidikan tinggi vokasi yang antara lain melalui reformasi penyelenggaraan pendidikan tinggi vokasi yaitu peningkatan kualitas pembelajaran pendidikan tinggi vokasi melalui kemitraan strategis dengan industri. Program ini akan difasilitasi Kemendikbud melalui peningkatan kualitas dan relevansi sarana prasarana di prodi tersebut.

Adapun salah satu persyaratan perguruan tinggi pengusul program ini adalah memiliki rekam jejak kerjasama dengan industri dan dunia kerja pada proses pendidikan, baik untuk kurikulum maupun magang di industri dan dunia kerja melalui pendekatan pendidikan berbasis, misalnya, dual system (3-2-1 atau 5-2-1 atau yang sejenis) atau teaching industry yang dibuktikan dengan MoU, MoA atau SPK. “Jadi sebetulnya kamilah yang mesti mengundang Bapak Ibu ke kampus ini karena kebutuhan tersebut, bukan GIPI”, terang Direktur.

 

 

GIPI: Dulu Ditolak Sekarang Dipuji

Ketua Gabungan Pariwisata Indonesia (GIPI) Sumbar, Joni Mardianto, S.S., M.Par. menyatakan, sejak pendiriannya pada 2018, banyak yang menolak kehadiran GIPI di Sumatera Barat. Walaupun GIPI adalah amanat Undang-undang 10 Pasal 50 Tahun 2009, tak ada anggaran untuk GIPI.

“Tak mungkin menjalankan organisasi tanpa dukungan dana, namun saya yakin dan optimis karena anggota GIPI terdiri dari orang-orang hebat yang punya komitmen memajukan pariwisata. Mereka adalah Ketua ASITA Sumbar, Ketua PHRI Sumba, Ketua Astindo Sumbar, Ketua Asspi Sumbar, Ketua Asati Sumbar, Ketua PPHI Sumbar, Ketua IGHMA Sumbar, Ketua HPI Sumbar, dan Ketua Asperapi Sumbar”, terangnya”.

GIPI bisa mengkoordinasikan industri pariwisata di daerah untuk sama-sama berperan dalam proses pengembangan ekosistem pariwisata, menjadi mitra kerja pemerintah pusat dan daerah serta menjadi wadah komunikasi dan konsultasi anggota dalam upaya berhubungan dengan kementerian lintas sektor.

RPJM Tidak Tercapai Karena Covid-19

 

 

Sektor pariwisata diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di Sumatera Barat mengingat dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan eskpor kurang menggembirakan. Melihat angka pertumbuhan ekonomi yang selama ini mengandalkan ekspor, sektor pertanian dan lainnya, Sumbar butuh penggerak baru yakni sektor pariwisata.

Namun dampak pandemi covid-19 menurut Kepala Dinas Pariwisata Sumbar, Novrial, telah mengacaukan target sektor pariwisata dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisata, lama inap, dan jumlah unit usaha pendukung sektor pariwisata. Sementara angka pengangguran, angka kemiskinan, dan inflasi meningkat. Sementara anggaran pemerintah dan Pemda menurun secara drastis, namun pelayanan kepada masyarakat harus tetap dilakukan secara prima.

Bisa dipastikan, RPJM tidak tercapai karena Covid-19. Pemerintah daerah perlu meninjau kembali seluruh program dan kegiatan tahun 2020 dan usulan program tahun 2021 agar disesuaikan dengan target RPJMD, padahal RPJMD 2016-2021 tinggal satu tahun lagi,” tegasnya.

 

Kualitas Sumberdaya Pariwisata

Menurut Novrial, salah satu hal penting dalam pengembangan pariwisata adalah mempersiapkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Di samping itu, perilaku masyarakat dalam berwisata juga perlu ditingkatkan, jelas Kepala Dinas yang mengaku mendapat teguran langsung dari Gubernur Sumbar gara-gara objek wisata Pemandian Mega Mendung Anai tidak menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Kita tidak bisa mengabaikan berbagai masukan dari wisatawan tentang bagaimana reaksi masyarakat di Sumbar dalam menerima kunjungan wisata di era pandemik Covid-19, tekannya.

Peran akademisi sangat penting dalam hal ini, seperti dari PNP, UNP, dan Universitas Muhammadiyah dalam membentuk frontliner pariwisata ke depan dengan bertindak sebagai pelaku dan tuan rumah yang baik di sektor industri pariwisata mana saja, imbuh Novrial.

Di samping itu menurutnya langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penunjang pariwisata adalah dengan menyiapkan 3 Rancangan Peraturan Gubernur (Ranpergub) tentang standarisasi pembangunan pengembangan objek wisata. Ranpergub dimaksud menyangkut Pergub Mekanisme Perhitungan Data Kepariwisataan, Pergub Pembangunan Ekonomi Kreatif Berbasis Kepariwisataan, dan Pergub Promosi Bersama Lintas Operasi Perangkat Daerah (OPD).

 

d®amlis

Fotografer: Naswiradianto

Berita Terkait