PNP siap mendorong setiap program studinya untuk melakukan perubahan di bidang kurikulum. Biaya operasional untuk kegiatan tersebut meningkat dua kali lipat dibanding periode sebelumnya. Hal itu dikarenakan kerelevanan kurikulum perguruan tinggi tidak hanya berkait dengan keberterimaan lulusan di lapangan kerja yang mengutamakan sertifikat kompetensi tapi juga berkait dengan laporan kinerja dosen (LKD) dan beban kerja dosen (BKD), serta penelitian dosen.

 

Hal itu diungkapkan Direktur Surfa Yondri usai pembukaan Rakernas Ristekdikti di Universitas Diponegoro, Semarang, kemaren (3/1/19).

Dalam pembukaan  Rakernas, Menristek Mohamad Nasir menjelaskan bahwa Pemerintah menginginkan agar riset, teknologi dan pendidikan tinggi lebih terbuka, fleksibel dan bermutu. Untuk itu, perlu dibuat ekosistem riset, teknologi dan pendidikan tinggi yang mampu memenuhi kebutuhan pasar, yaitu masyarakat dan industri.

Kemenristekdikti mengawali kinerja pada 2019 ini dengan menggelar rakernas bertema “Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang Terbuka, Fleksibel, dan Bermutu” yang  berlangsung dari 3-4 Januari 2019.

 

Boleh Buka Prodi Baru Jika Ada Permintaan,  Sesuai Kondisi Real dan Punya Industri Pengguna

Dengan kemudahan membuka program studi baru, Menteri Nasir berharap perguruan tinggi negeri dan swasta mencari potensi daerah yang dapat dipelajari sehingga potensi tersebut dapat dikomersialkan lebih baik.

Dalam siaran persnya, Menristekdikti menyatakan, dulu kalau tidak ada di (daftar) nomenklatur, prodi tidak bisa dibuka. Sekarang jika tidak ada dalam daftar itu, perguruan tinggi akan membuka prodi sesuai kondisi real, silahkan, yang penting demand-nya ada. Industri yang gunakan ada. Contoh prodi yang akan dibuka itu jurusan tentang kopi, silakan saja. Ini di Sulawesi Selatan. Di Aceh juga akan ada yang buka Prodi Kopi,” ungkap Menteri Nasir.

 

Menristek Mohamad Nasir

 

Pengurangan Regulasi Perpajakan PTNBH

Sebelumnya Nasir menyinggung pengurangan regulasi dalam perpajakan bagi PTNBH. PTNBH termasuk Perguruan Tinggi Negeri, ditugasi Pemerintah meningkatkan mutu dengan sistem pembelajaran yang dilakukan secara mandiri, tapi kalau ini dikenakan pajak sebagai penghasilan, padahal dana yang diterima dari masyarakat, ini masalah,” ungkap Menteri Nasir.

PTNBH yang memiliki otonomi dalam mengembangkan program studi diharapkan Menteri Nasir tidak diberatkan dengan pajak yang seharusnya dibayarkan oleh orang pribadi yang memiliki usaha dan badan usaha (perusahaan). Diharapkan PTNBH dapat alokasikan anggaran lebih banyak untuk fasilitas pembelajaran.

“Kalau PTNBH disuruh bayar PPh pasal 25 (Undang-Undang Pajak Penghasilan), problemnya ada pada mahasiswa lagi. Saya sudah lapor ke Menkeu. Beliau akan tinjau kembali,” ungkap Menristekdikti.

d®amlis

Berita Terkait