Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terus berinovasi dalam merevitalisasi perguruan tinggi vokasi (diploma). Program studi vokasi direncakanakan akan menggunakan kurikulum berbasis modul kompetensi, dimana setiap akhir modul tersebut (pada akhir semester) mahasiswa akan sertifikat kompetensi.

“Kurikulum politeknik harus didesain seperti kurikulumnya kedokteran, yaitu per modul,” ungkap Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Patdono Suwignjo saat menutup Workshop Kepemimpinan bagi Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri (Politeknik) pada Minggu, 22 Juli 2018 di salah satu hotel di Jalan Basuki Rahmat, Surabaya.

Dengan sistem modul tersebut, mahasiswa vokasi dapat mengumpulkan sertifikat kompetensi setiap semesternya, tanpa harus menunggu lulus terlebih dahulu.

“Misalkan mahasiswa itu kuliah di politeknik perkayuan atau furniture. Semester pertama diberi modul, diajari bagaimana membuat kusen dan pintu. Itu ada satu semester, sehingga kalau dia sudah selesai satu semester, sudah khatam pelajaran mengenai membuat kusen dan membuat pintu, maka dia mengambil kompetensi membuat kusen dan membuat pintu,” ungkap Patdono.

Sertifikat kompetensi tersebut akan diberikan setelah mahasiswa vokasi mengambil ujian sertifikasi kompetensi dari lembaga sertifikasi profesi (LSP).

“Dengan sertifikat kompetensi ini, dia bisa mencari pekerjaan, karena kalau dia sudah mendapat sertifikat kompetensi, yang dikeluarkan lembaga yang kredibel, LSP, berarti dia diakui kompetensinya,” ungkap Patdono.

Patdono menyatakan direktur politeknik perlu menyiapkan institusinya agar dapat mengikuti rencana kebijakan tersebut.

“Tahun 2019, kita (akan) buat aturan, mahasiswa politeknik yang belum mempunyai sertifikat kompetensi, yang dikeluarkan LSP, tidak boleh diwisuda (diluluskan),” ungkap Patdono di hadapan belasan direktur politeknik negeri yang mengikuti workshop sejak Jumat, 20 Juli hingga Minggu, 22 Juli 2018 tersebut.

*sumber

Berita Terkait